Apa
itu emosi? Tidak mudah untuk menjawab pertanyaan itu. Emosi memiliki
kompleksitas yang melibatkan sensasi dalam diri maupun ekspresi yang
ditunjukkan yang memiliki kekuatan untuk memotivasi kita untuk
berperilaku. Charles Darwin (dalam
Atwater, 1983) menyatakan pendapatnya bahwa emosi adalah sebagian besar respon alami
yang memiliki nilai bertahan diri dalam kehidupan. Secara sederhana, emosi
membantu untuk membangun dan mendorong kita untuk bertahan.
Emosi
merupakan salah satu aspek terpenting yang dimiliki setiap individu. Dengan
mengatur emosi dapat mempermudah kita untuk beradaptasi dengan lingkungan.
Emosi mempengaruhi perilaku kita. Ketika menerima rangsangan, kita dengan
sendirinya akan bereaksi, seperti menerima atau menolak. Misalnya, kamu ditertawakan
orang lain ketika kamu terjatuh. Ketika kamu tidak terima dengan perilaku orang
terhadap dirimu, kamu akan marah. Namun, jika kamu berhasil mengendalikan diri
dalam situasi tersebut maka kamu tidak akan merasa takut dan dapat
mengendalikan emosimu.
Fungsi
lain dari emosi adalah memperkuat hubungan antar individu atau antar kelompok.
Emosi yang bersifat positif dalam kehidupan sosial dapat membantu anak-anak
untuk tumbuh dan berkembang. Emosi yang
bersifat negatif juga penting. Marah, cemas, cemburu, dan sedih dapat
ditunjukkan untuk gangguan-gangguan dalam hubungan sosial yang tidak
diinginkan. Singkatnya, kita dapat menunjukkan emosi negatif apabila terdapat
gangguan yang tidak kita inginkan.
Kekuatan
emosi mengindikasikan seberapa besar kamu afek terhadap situasi tersebut.
Ketika kita merasakan emosi yang kuat, kita akan bereaksi atau memotivasi kita
untuk bertindak. Tapi ketika kita merasakan sedikit atau tidak ada emosi, maka
keinginan kita dalam menanggapi situasi tersebut hanya sedikit atau tidak ada.
Dalam setiap situasi, setiap individu memiliki respon yang berbeda-beda. Hal
tersebut dikarenakan pengalaman yang dimiliki individu juga berbeda-beda. Pengalaman
tersebut didapatkan ketika pertama kali mengalami situasi tersebut sehingga
perasaan tersebut menjadi permanen. Misalnya, ada kecoa, kamu merasa biasa saja
namun ketika ada temanmu yang menakutimu dengan kecoa tersebut kamu merasa
takut terhadap kecoa tersebut. Dan dikemudian hari ketika kamu melihat kecoa,
karena adanya pengalaman masa lalu yang ditakuti oleh teman-temanmu, kamu
merasa takut terhadap kecoa. Atau terdapat temanmu yang suka menjahilimu.
Karena kamu tidak suka oleh sebab itu kamu marah terhadap temanmu karena
sikapnya.
Terkadang,
kita mengahadapi situasi yang tidak dapat kita kendalikan sehingga kita lepas
kontrol atau kendali yang mengakibatkan kita menjadi emosional dan tidak dapat
mengendalikannya seperti marah-marah, cemas, menangis, atau bahkan karena kita
terlalu mengontrol emosi kita menjadi sulit untuk menyampaikan pendapat kita. Kurang
bisanya mengendalikan emosi dapat mengganggu baik kehidupan sosial maupun
kesehatan fisik dan mental.
Dalam kehidupan sosial, bersosialisasi merupakan hal yang penting. Kita
perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada di sekitar kita. Telah
dijelaskan sebelumnya bahwa kecerdasan emosi atau pengaturan emosi yang baik
merupakan aspek penting yang dapat membantu kita untuk beradaptasi. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Ni Made Wahyu Indrariyani Artha dan Supriyadi
(2013), Nova Annisa dan Agustin Handayani (2012), Fema
Rachmawati, dan Ridwan Saptoto (2010), menerangkan bahwa kecerdasan emosi atau
kematangan emosi menunjukkan hubungan positif yang signifikan dalam penyesuaian
diri dalam lingkungan sosial.
Adanya gangguan emosi juga mempengaruhi
kesehatan. Seperti yang telah dilansir detik.com
(2011), menahan emosi dapat menyebabkan penyakit karena ketika emosinya kacau
secara otomatis imun tubuhnya menurun dan dapat menyebabkan kanker. Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh tim dari Harvard School of Public Health,
Amerika Serikat, juga University of Rochester, Amerika Serikat dengan metode
longitudinal dalam jangka waktu 12 tahun yang dimulai pada tahun 1996,
menyatakan bahwa 111 dari 769 responden telah meninggal dunia akibat penyakit
jantung dan kanker yang disebabkan oleh kebiasaan memendam amarah dan emosi.
Jika permasalahan
pengendalian emosi masih belum terselesaikan, mulailah mencoba untuk mengatakan
pendapat dan perasaanmu kepada seseorang yang membuatmu kehilangan kendali
dengan cara baik-baik dan dengan sopan. Kita membutuhkan lebih banyak latihan
dalam mengungkapkan perasaan yang kita miliki ke orang lain. Dengan seperti
itu, kita dapat menjaga keseimbangan emosi pada saat itu. Jika orang tersebut
memberikan respon negatif atau kamu belum bisa mengungkapkan perasaan dirimu ke
orang tersebut, kamu boleh menemui konselor atau psikoterapi yang dapat membantu
kita belajar bagaimana cara mengekspresikan emosi kita lebih terbuka dan dengan
baik.
Referensi
Atwater,
Eastwood. 1983. Psychology of Adjustment
Personal Growth in A Changing World (2nd Edition). New Jersey:
PRENTICE-HALL INC.
Novita,
C.. 2013. Memendam Emosi Akan
Meningkatkan Resiko Kematian Akibat Sakit Jantung dan Kanker.
Online-http:/sidomi.com/244199/memendam-emosi-akan-meningkatkan-resiko-kematian-akibat-sakit-jantung-dan-kanker
Wahyuningsih,
Merry. 2011. Penyakit-Penyakit Karena Memendam Emosi.
Online-http://health.detik.com/read/2011/12/08/183321/1786512/763/penyakit-penyakit-karena-memendam-emosi
Harnowo,
Putro Agus. 2013. Hari kanker Sedunia Orang Yang Sabar Berlebihan & Sering
menahan Amarah Lebih Berisiko Kanker. Online-http:/health.detik.com/read/2013/02/04/124912/2160430/736/orang-yang-sabar-berlebihan-sering-menahan-amarah-lebih-berisiko-kanker
Tidak ada komentar:
Posting Komentar