Kamis, 23 Januari 2014

Hutan Tropis



HUTAN TROPIS

1.                 PENGERTIAN HUTAN TROPIS

Pengertia hutan tropis adalah hutan alam yang terletak di antara garis 23° Lintang Utara dan 23° Lintang Selatan, berada pada daerah iklim tropis. Hutan Tropis terdapat di wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara, Australia bagian Utara, sebagian besar wilayah Afrika, Kepulauan Pasifik, Amerika Tengah dan sebagian besar wilayah Amerika Selatan. Luas dari daerah tropis mencakup 30% dari keseluruhan wilayah di permukaan bumi.
Di daerah hutan tropis hanya terdapat dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau, dengan curah hujan yang tinggi, berbeda dengan daerah subtropis.
Keragaman jenis satwa maupun flora di daerah hutan tropis sangat tinggi dibandingkan pada lokasi yang lain. Kondisi habitat pada daerah hutan tropis sangat heterogen, menyebabkan muculnya keanekaragaman jenis yang tinggi. Keranekaragaman jenis yang terbesar terdapat pada hutan tropis di Asia Tenggara, kemudian hutan tropis Amazon setelah itu hutan tropis Afrika. Perkiraan jumlah spesies pohon di hutan tropis Asia Tenggara sebanyak 12.000 - 15.000 spesies, untuk hutan tropis Amazon Amerika Latin sebesar 5000 - 7000 spesies, sedang pada hutan tropis Afrika sebesar 2000 - 5000 spesies.


2.                 CIRI-CIRI HUTAN HUJAN TROPIS

Ciri-ciri hutan tropis, antara lain sebagai berikut:
1.                   Pohon-pohonnya tinggi, rapat, dan berdaun lebat.
2.                   Dasar hutan ditumbuhi rumput dan lumut sebagai penutup lahan.
3.                   Sinar matahari tidak dapat menembus dasar hutan.
4.                   Udara di sekitarnya lembab, biasanya 80% atau lebih.
5.                   Terjadi di daerah curah hujan tinggi.
6.                  Struktur hutan hujan tropis terdiri dari tajuk yang berlapis-lapis.
7.                  Lapis tajuk yang atas terdiri dari pohon-pohon yang muncul di antara lapis tajuk di bawahnya (kedua) dengan tinggi antara 45 – 60 m.
8.                  Pohon pada lapis teratas umumnya mempunyai tajuk yang kecil dan tidak teratur dengan sedikit susunan cabang.
9.                  Lapis tajuk kedua merupakan kanopi utama yang umumnya terdiri dari jenis-jenis pohon yang ramping dengan tinggi antara 30-40 m.
10.              Lapisan tajuk di bawahnya terdiri dari jenis-jenis pohon yang sangat toleran, dengan batang yang ramping, tinggi dan tajuk yang kecil, terdapat banyak epifit pada cabang yang tinggi.
11.              Pada lantai hutan banyak terdapat jenis-jenis tumbuhan bawah seperti palem kecil, jenis-jenis bambu, rotan, aku-pakuan dan jenis-jenis lainnya, ayau mungkin hampir tanpa tumbuhan bawah.


3.                 KONDISI HUTAN DI INDONESIA

Hutan Indonesia terkenal sebagai pusat keanekaragaman flora dan fauna dunia, dengan tercatat sebagai urutan pertama untuk mamalia (436 spesies, 51 %), kupu-kupu (121 spesies, 44 %), dan palem (477 spesies, 47 %); urutan keempat untuk reptilia (512 spesies, 29 %); urutan kelima untuk burung (1.519 spesies, 28 %); urutan keenam untuk amfibia (270 spesies, 37%); dan urutan ketujuh untuk tumbuhan berbunga (29.375 spesies).
Kawasan hutan yang demikian luas ini mewakili berbagai macam tipe ekosistem dan tersebar dari Sabang sampai Merauke. Sebagian besar kawasan hutan Indonesia tersebut meliputi hutan lindung dan hutan konservasi yang difungsikan untuk perlindungan sistem penyangga kehidupan, mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, memelihara kesuburan tanah, pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Data Departemen Kehutanan Republik Indonseia, luas hutan di Indonesia berdasarkan pemanfaatannya pada tahun 1950 adalah 162 juta hektare. Pada 1985 atau 35 tahun berikutnya, luas hutan Indonesia berkurang menjadi 119 juta hektar. Dalam kurun waktu 12 tahun, luas hutan di Indonesia menjadi 98 juta hektare atau hilang 21 juta hektare. Sementara pada tahun 2005, luas hutan yang tersebar di enam pulau besar yakni Papua, Maluku, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi itu tinggal 85 juta hektare. Berarti selama kurun waktu 55 tahun dari 1950 hingga 2005, hutan kita telah hilang 77 juta hektare atau 47,5%.
Kawasan hutan Indonesia berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dan mengalami tekanan yang cukup serius. Tekanan tersebut puncaknya terjadi selama masa euforia reformasi, baik tekanan terhadap luasan kawasan hutan maupun sumber daya alam hayatinya. Maraknya eksploitasi SDA secara ilegal serta kebakaran hutan menjadi penyebab utama kerusakan hutan yang merugikan negara trilyunan rupiah. Pada masa reformasi tersebut (tahun 1997-2003) kerusakan hutan diperkirakan 2,83 juta hektar.



3.1       Profil hutan tropis Papua 

Hutan terakhir di Asia Tenggara berada di Papua. Hutan Tropis di Tanah Papua dengan luas 416.000 km2 yakni sekitar 40.5 juta Ha atau 33,74 % dari total luas Hutan Tropis Indonesia (120,35 juta Ha) merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan flora dan fauna yang sangat beragam dengan nilai keunikannya yang khas.
Sekitar 81,14 % luas lahan di Tanah Papua berupa tutupan hutan yang mengandung kekayaan keanekaragaman hayati begitu tinggi. Papua menjadi penyumbang utama keanekaragaman hayati Indonesia. Diperkirakan 602 jenis burung (52% spesies), 223 jenis mamalia  (58% spesies), 223 jenis reptil (35% spesies) dan 1030 jenis tumbuhan (55% spesies) hidup dibelantara Papua.
Propinsi Papua dan Papua Barat, merupakan Eden Jardin  (taman  firdaus) yang masih ada dan terlengkap diplanet bumi. Keduanya merupakan bagian dari daratan tertua di gugusan nusantara Indonesia yang terbentuk sejak 195 juta tahun silam. Kedua wilayah di Propinsi ini memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa dan dikategorikan sebagai ekoregion Papua.
Ekoregion merupakan istilah yang oleh World Wild Fund (WWF) didefinisikan sebagai unit air dan tanah yang menyimpan sejumlah species. Hingga kini sekitar 80% permukaan ekoregion Papua (Selanjutnya  disebut  Papua) masih ditutupi hutan hujan tropis dan dijuluki raksasa rainforest karena luasnya yang mencapai 42 juta Ha, menjadi rumah bagi 50% biodiversitas Indo-Malaya.


4.                 FLORA DAN FAUNA YANG HIDUP DI HUTAN TROPIS

·                      Flora
            Hutan tropis biasanya memiliki 100 sampai 250 spesies pohon yang berbeda dalam 1 hektar. Pohon-pohon cemara dan sebagian besar datang dalam berbagai bentuk: dengan bulat, sangat berkerut, atau batang berduri, daun besar atau selebaran kecil. Ragam jenis tanaman lainnya: semak, tanaman rambat raksasa, tumbuh-tumbuhan besar dan kecil, liana, epifit (tanaman yang tumbuh pada tanaman lain dan tidak berakar di dalam tanah), hemi-epifit (yang memulai hidup sebagai epifit kemudian memperpanjang akar ke tanah ), dan lumut.

·                      Hewan
            Hewan hutan tropis juga beragam. Di Kalimantan ada tupai ukuran tikus dan tupai  yang panjangnya 75 cm (29,5 inci). Babi hutan, tupai, macan tutul, empat belas jenis monyet dan 230 jenis burung dalam, 86 spesies katak, dan 53 spesies ular. Serangga yang beragam, dan 46 spesies semut.


5.                 FUNGSI HUTAN TROPIS

     Hutan hujan tropis memiliki banyak pohon yang besar-besar dan tinggi-tinggi serta berdaun lebar.  Di dalamnya juga terdapat berbagai macam bentuk hidup (lifeform).  Selain itu, terdapat pula tumbuhan yang menempel pada tumbuhan lain (epiffit) baik yang bersifat mutualisme, parasitisme, dan komensalisme.  Seluruh tumbuhan yang terdapat di dalam hutan hujan tropis berperan dalam menjaga kelembaban udara baik dalam skala mikro maupun makro.  Hal tersebut menyebabkan suhu disekitar hutan menjadi rendah. Selain itu, hutan tropis memiliki berbagai macam fungsi, diantaranya:
1.                  Perlindungan
Sebagai fungsi perlindungan, hutan tropis secara umum mempunyai peranan yang penting antara lain:
1.                  Melindungi tanaman pertanian dari kekeringan, angin kencang dan radiasi berlebihan.
2.                  Melindungi tata guna lahan dan tata air.
3.                  Melindungi gangguan alamiah atau buatan, seperti suara bising, bau asap dan pencemaran lainnya.
6.                  Melindungi organisme sebagai habitat tempat hidup berbagai hewan.

2.                  Pengaturan
1.                 Memperbaiki atmosfer pemukiman dan daerah rekreasi.
2.                 Menurunkan suhu di daerah pemukiman .
3.                  Memperbaiki nilai estetis dan bentang alam

3.                  Pengatur tata air
a)                  Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah atau permukaan air ke udara disebut penguapan atau evaporasi, peristiwa penguapan dari tanaman disebut transpirasi peristiwa keduanya secara bersama disebut evapotranspirasi.
b)                  Penguapan air pada tanah gundul mula mula cepat, sebab air yang menguap adalah yang terdapat dipermukaan tanah.
c)                  Kecepatan penguapan air melalui permukaan tanah gundul relatif lebih sedikit dibandingkan dengan melalui tanah yang tidak gundul.

4.                  Penyerap karbondioksida
Karbondioksida yang terdapat diudara, dengan proses fotosintesis digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhan, sehingga hutan dikatakan sebagai paru paru dunia. Perlu dipertanyakan berapa persen hutan yang masih ada di negara yang telah maju. Mereka telah menggunakan hutannya untuk pembangunan dimasa yang telah silam. Disisi lain karbondioksida banyak berasal dari negara maju, ironisnya untuk menyerap karbondioksida ditugaskan bagi hutan negara yang sedang berkembang

5.         Fungsi hutan yang lain
·                     Sumber plasma nutfah sangat penting, karena berbagai misteri kehidupan yang terdapat dalam hutan terlalu banyak yang belum diketahui. Plasma nutfah merupakan substansi yang mengatur perilaku kehidupan secara turun temurun, sehingga populasinya mempunyai sifat yang membedakan dari populasi yang lainnya.
·                     Habitat satwa.
·                     Penciptaan iklim mikro.
·                    Bioindikator terjadinya hujan asam dan pencemaran udara yang lain,
 Pencegah erosi dan banjir.
          Apabila hutan hujan tropis mengalami kerusakan maka fungsi tersebut dapat hilang.  Bahkan jika kerusakan terjadi secara total di banyak wilayah di seluruh dunia, maka dapat menyebabkan pemanasan global.



6.         Dampak Eksploitasi Berlebihan Terhadap Ekosistem

1)                  Fragmentasi dan degradasi habitat
Meningkatkan populasi penduduk dunia menyebabkan semakin banyak lahan yang dibutuhkan untuk mendukung kesejahteraan manusia. Contoh, yang dibutuhkan untuk mendukung kesejahteraan manusia seperti lahan untuk pertanian, tempat tinggal, industri dan sebagainya.
Fragmentasi dan degradasi habitat menyebabkan munculnya masalah lain seperti kematian organisme karena hilangnya sumber makanan dan tempat tinggal, menurunnya keanekaragaman sumber makanan dan tempat tinggal, serta  menurunnya keanekaragaman spesies pada habitat tersebut.

2) Terganggunya aliran energi didalam ekosistem
Ekosistem alami yang dirusak dan diubah menjadi ekosistem buatan dapat menyebabkan terjadinya perubahan aliran energi dalam ekosistem tersebut. Contohnya, ketika proses penebangan atau pembakaran hutan selesai maka kawasan hutan kemudian ditanami dengan satu jenis tumbuhan (sistem monokultur). Hal tersebut menyebabkan aliran energi yang semula bersifat kompleks, yaitu antara berbagai jenis produsen (pohon-pohon besar dan kecil), konsumen (berbagai macam hewan), detritivora (jamur, bakteri, dan sebagainya). Menjadi aliran energi yang sederhana , yaitu satu jenis produsen (contohnya padi), beberapa konsumen dan detrivora.

3) Terganggunya daur materi didalam ekosistem
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, tingkat aktivitas manusia juga akan ikut meningkat. Meningkatnya aktivitas manusia didunia berpengaruh terhadap daur biogeokimia. Sebagai contoh, daur karbon yang terganggu akibat semakin banyak penggunaan bahan bakar.

4) Resistensi spesies merugikan
Penggunaan pestisida dan antibiotik secara berlebihan untuk membunuh populasi organisme yang merugikan (hama atau pathogen) dapat menyebabkan munculnya populasi organisme yang kebal terhadap pestisida dan antibiotik tersebut. Hama yang tidak atau kurang sensitif (kebal) terhadap pestisida jenis tertentu dapat bertahan dari penggunaan pestisida tersebut.
          Demikian juga adanya jika antibiotik digunakan secara berlebihan, yaitu dalam dosis yang terlalu sering. Populasi spesies pathogen yang dapat bertahan dari dosis antibiotik tersebut akan berkembang biak menghasilkan populasi spesies pathogen yang kebal.
 
5) Berkurangnya SDA terbaharui
Kayu tanduk, gading dan sebagainya merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Walaupun memiliki sifat dapat diperbaharui, penggunaan dan eksploitasi secara berlebihan dapat menurunkan jumlah dan kualitas baik. Semakin berkurang hal tersebut menyebabkan kualitas kayu dan tingkat regenerasi semakin menurun.

6) Hilangnya spesies penting
Setiap organisme memiliki peran penting didalam suatu ekosistem. Contohnya, didalam ekosistem sawah, hilangnya keberadaan predator seperti burung, ular, dan sebaginya. Dapat meningkatkan populasi organisme lain. Misalnya, tikus makan padi akan menurun dan hasil panen akan berkurang.

7) Introduksi spesies asing
Introduksi atau masuknya spesies dari suatu ekosistem kedalam ekosistem lainnya. Biasanya bertujuan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan manusia. Namun, introduksi spesies asing juga dapat merugikan. Karena, terkadang didalam ekosistem yang baru, spesies tersebut tidak memiliki predator alami. Serangga Neochetin Eichorniae yang merupakan predator tanaman eceng gondok dan dapat mengendalikan populasi eceng gondok diperairan tidak hidup di Indonesia.
Eksploitasi sumber daya alam secara berlebih-lebihan tanpa memperhatikan aspek peran dan fungsi alam ini terhadap lingkungan dapat mendatangkan berbagai macam bencana alam seperti tanah longsor, banjir, kabut asap, dan pemanasan global.
Bencana tanah longsor disebabkan oleh penggundulan yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian hutan. Ketika hutan dalam keadaan gundul maka formasi tanah akan menjadi larut dan menggelincir diatas bidang licin pada saat terjadi hujan. Sehingga bencana banjir yang disertai tanah longsor tidak dapat dihindarkan lagi.
Bencana banjir yang selalu terjadi setiap tahun hampir di seluruh wilayah Indonesia disebabkan oleh pola tingkah manusia yang suka membuang sampah sembarangan yang mengakibatkan rusaknya tata guna lahan dan air. Tata guna lahan dan air menyebabkan laju erosi dan frekuensi banjir meningkat.
Eksploitasi hutan di daerah hulu yang dapat menghilangkan fungsi hutan di daerah hulu sebagai penutup lahan terhadap tumpahan air hujan dan penghambat kecepatan aliran permukaan juga dapat menyebabkan banjir. Pembangunan dan penataan sarana-sarana fisik yang tidak teratur dan penggunaan lahan yang tidak seimbang di kota-kota besar seperti Jakarta merupakan salah saru sebab ibu kota negara ini tidak pernah absen dari bencana banjir. Contoh: Tidak diperhatikannya aspek drainase, banyaknya bangunan di bantaran sungai, berubahnya fungsi lahan dan lain-lain.
Setelah musim hujan usai dan bencana banjir sementara telah pergi, kemudian bencana kabut asap akan terjadi di musim kemarau. Hampir di setiap musim kemarau kita melihat kasus-kasus kabut asap yang terjadi akibat pembakaran hutan oleh pihak-pihak yang ingin mendapatkan secuil keuntungan pribadi melalui pembuatan lahan baru di hutan. Pembakaran yang dilakukan umumnya hanya menggunakan alat pengendali api seadanya sehingga laju api tidak dapat dikendalikan dan kabut asap tebal menyelimuti wilayah tersebut.
Masalah lingkungan yang tidak habis-habisnya dibicarakan oleh msyarakat dunia adalah masalah pemanasan global (Global Warming). Industrialisasi di seluruh dunia menyebabkan polusi CO2 diudara meningkat dengan cepat menyebabkan terjadinya bencana pemanasan global. Akibatnya terjadi perubahan iklim dan kenaikan air laut yang menyebabkan abrasi pantai. Bencana paling hebat di Indonesia adalah bencana lumpur panas yang terjadi pada bulan Juni 2006. Peristiwa ini terjadi karena pengeboran yang tidak sesuai dengan formasi batuan sehingga memotong formasi lumpur dan menembus formasi gas.
Banyak sekali eksploitasi sumber daya alam yang membawa dampak terhadap kehidupan. Segala kegiatan pembangunan yang berlangsung diharapkan tidak hanya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga harus mampu menjaga kelestarian sumber daya alam. Sehingga alam tidak akan kehilangan fungsinya sebagai pengendali keseimbangan kehidupan. Oleh karena itu setiap pembangunan yang dilakukan harus berwawasan lingkungan mengenai dampak lingkungan yang akan terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar