METODE PENGOLAHAN SAMPAH
A.
LANDFILL
Landfill merupakan
salah satu cara saat ini yang dimiliki manusia untuk menyingkirkan limbahnya
karena relatif murah, dan mudah menerima limbah. Walaupun cara ini mempunyai
banyak resiko terutama akibat kemungkinan pencemaran air tanah, tetapi sampai
saat ini landfilling akan tetap merupakan bagian yang sulit untuk
dihilangkan dalam pengelolaan limbah karena alasan-alasan sebagai berikut :
• Teknologi
pengelolaan limbah seperti reduksi di sumber, daur ulang, daur pakai atau
minimalisasi limbah, tidak dapat menyingkirkan
limbah secara menyeluruh;
• Tidak semua
limbah mempunyai nilai ekonomis untuk didaur ulang;
• Teknologi
pengelolaan limbah seperti insinerator atau pengolahan secara biologis atau
kimia tetap menghasilkan residu yang harus ditangani lebih lanjut;
• Kadangkala sebuah
limbah sulit untuk diuraikan secara biologis, atau sulit untuk dibakar, atau
sulit untuk diolah secara kimia;
• Timbulan limbah
tidak dapat direduksi sampai tidak ada sama sekali.
Pada awalnya metoda landfilling diterapkan dengan tujuan ganda, yakni untuk pembuangan limbah padat sekaligus untuk pendayagunaan lahan terlantar yang tidak bermanfaat. Lambat laun, penggunaan landfill dalam sistem pengelolaan persampahan telah diterapkan secara luas di berbagai negara, hal ini terutama disebabkan penggunaan landfill memberikan pertimbangan yang cukup menguntungkan dari segi ekonomi dan dari segi lingkungan proses pengontrolan kemungkinan pencemaran dapat dilakukan secara optimal. Seiring dengan berjalannya waktu, berbagai data tentang dampak jangka pendek maupun jangka panjang penggunaan landfill mulai diperoleh dan menghasilkan suatu kesimpulan yang melahirkan kesadaran semua pihak bahwa landfill tidak akan lagi dapat berfungsi sebagai metoda reklamasi atau perbaikan lahan apabila pemakaiannya tidak memenuhi suatu kriteria ketat dalam hal pemilihan lokasi, perancangan, konstruksi dan operasional.
Klasifikasi landfill berdasarkan
jenis perlakuan terhadap
sampahnya :
a. Landfill sampah tercampur
Merupakan
jenis landfill yang paling banyak ditemukan di Indonesia maupun di
negara lain. Digunakan untuk menampung segala jenis sampah yang ada dalam
timbulan sampah perkotaan maupun lumpur instalasi pengolahan air limbah
berbagai industri yang telah dikeringkan sehingga kadar solidnya menjadi 51 %
atau lebih. Material penutup intermediat dan penutup akhir diambil dari tanah
galian landfill.
b. Landfill sampah yang telah
mengalami pengolahan
Sampah
yang telah dipotong atau digiling dapat memperkecil ruang pemakaian landfill hingga
35 % dibandingkan sampah yang tidak diolah. Sampah olahan dapat dipadatkan
membentuk suatu permukaan yang lebih seragam dan rapat. Keuntungan lain yaitu
sampah yang telah dipotong dapat pula dimanfaatkan untuk memproduksi kompos
yang dapat dipakai sebagai material penutup intermediet. Kelemahan dari
metoda ini adalah dibutuhkannya fasilitas pemotongan (shredding) dan perlunya
untuk mengoperasikan suatu bagian konvensional landfill yang akan menampung
sampah-sampah yang sulit dipotong. Metoda ini sangat cocok untuk daerah dengan
curah hujan sangat rendah atau musiman.
c. Landfill sampah tertentu
Dikenal
juga dengan istilah monofill, dimana abu hasil pembakaran, asbestos, dan limbah
lain yang sejenis (designated waste) umumnya ditempatkan di monofill
untuk mengisolasinya dari material-material sampah yang diletakkan di landfill
sampah tercampur.
d. Jenis
landfill lainnya
•
Landfill yang didesain untuk memaksimalkan produksi gas
Landfill
jenis ini perlu dirancang khusus apabila kuantitas gas landfill yang dihasilkan
dekomposisi anaerobic
material sampah akan dimaksimalkan. Cara-cara yang umum dilakukan diantaranya
penggunaan barisan sel secara individu dengan kedalaman yang cukup tanpa
menggunakan lapisan penutup intermediat dan lindi akan direcycle untuk
meningkatkan proses dekomposisi. Kelemahan dari sistem ini adalah diperlukannya
operasional tambahan dimana timbulan lindi yang berlebihan harus dibuang.
•
Landfill sebagai unit pengolahan terintegrasi
Metoda
operasi yang diterapkan antara lain pemisahan sampah organik dan meletakkannya
di landfill terpisah sehingga laju biodegradasi dapat meningkat seiring dengan
pertambahan kadar air sampah, baik hasil dari recycle lindi maupun melalui
seeding dengan lumpur instalasi pengolahan air limbah yang telah digesti.
Material terurai akan digali dan digunakan sebagai material penutup untuk area
landfill baru, sel-sel yang digali selanjutnya diisi dengan sampah baru.
•
Landfill di daerah basah
Pada
metoda ini area landfill dibagi menjadi sel-sel baru atau beberapa lagoon dan
dilakukan penjadwalan operasi pengisian sehingga 1 sel individu atau lagoon
akan terisi masing-masing 1 tahun. Seringkali sampah diletakkan langsung di
atas air. Alternatif lain, material pengisi bersih ditambahkan sehingga mencapai
atau sedikit diatas muka air sebelum operasi pengisian landfill dimulai. Untuk
meningkatkan stabilitas struktural, dibangun tanggul dari material sampah yang
membagi sel atau lagoon sebagai penambahan terhadap material pengisi bersih.
Untuk mencegah pergerakan lindi dan gas dari sel atau lagoon yang telah penuh
maka digunakan tanah liat dan lapisan baja ringan atau lapisan kayu.
Berdasarkan
kondisi lokasi yang ada, metoda landfill dibagi menjadi :
1. Metoda Area
•
Dapat diterapkan pada lokasi yang relatif datar;
•
Sampah disebarkan dan dipadatkan diatas tanah yang akan ditimbun;
•
Sampah membentuk sel-sel sampah yang saling dibatasi oleh tanah penutup;
•
Setelah pengurugan sampah selesai akan membentuk slope.
2. Metoda Slope/Ramp
•
Sebagian tanah digali;
•
Sampah kemudian diurug ke dalam galian;
•
Tanah penutup diambil dari tanah galian
•
Setelah lapisan pertama selesai, operasi selanjutnya seperti metoda area.
3. Metoda Parit/Trench
•
Dapat digunakan untuk daerah datar atau sedikit bergelombang;
•
Site yang ada digali, sampah disebarkan didalam galian, dipadatkan dan ditutup
setiap hari setelah operasi selesai;
•
Tanah yang digali dapat digunakan untuk tanah penutup;
•
Digunakan bila air tanah cukup rendah sehingga zone non aerasi di bawah
landfill cukup tinggi (> 1,5 m);
•
Ukuran parit biasanya panjang 30 – 60 m, lebar 5 – 15 m dan kedalaman 1-3 m;
•
Slope 1,5 : 1 sampai 2 : 1;
•
Operasi selanjutnya seperti metoda area.
4. Metoda Pit/Canyon
•
Diterapkan untuk jurang atau ngarai;
•
Pengurugan sampah dimulai dari dasar;
•
Penempatan sampah sesuai dengan topografi
•
Tanah penutup dapat diambil dari dinding ngarai atau dasarnya;
•
Penyebaran dan pemadatan sampah seperti metoda area
Penanganan
yang dilakukan terhadap sampah di landfill juga bervariasi antara lain :
1. Penanganan sampah sebelum di
landfilling
·
Sampah
tanpa pemotongan, sampah yang ada langsung diurug tanpa dilakukan proses
pemotongan.
·
Sampah
dengan pemotongan/shredding.
-
Biasanya
sampah dipotong antara 50 – 80 mm.
-
Sampah
menjadi lebih homogen, lebih padat dan dapat ditimbun lebih tebal.
-
Dapat
digunakan sebagai pengomposan di landfill khususnya untuk sampah-sampah organic.
Binatang pengerat seperti tikus dapat dikurangi karena rongga-rongga dalam timbunan dihilangkan dan sampah menjadi lebih padat.
Binatang pengerat seperti tikus dapat dikurangi karena rongga-rongga dalam timbunan dihilangkan dan sampah menjadi lebih padat.
-
Densitas
bisa mencapai 0,8 – 1 ton/m3.
-
Memungkinkan
proses aerobik yang menghasilkan panas sehingga dapat menghindari lalat.
-
Bila
tidak ada masalah bau maka tidak perlu tanah penutup
-
Untuk
sampah organik fermentasi lebih cepat sehingga stabilitas juga lebih cepat.
-
Membutuhkan
alat pemotong yang mengakibatkan biaya menjadi mahal.
·
Sampah
dengan pemadatan/baling.
-
Sampah
dipadatkan dengan mesin pemadat sehingga kepadatan mencapai 1 ton/m3.
-
Transportasi
lebih murah karena sampah lebih padat dan berbentuk praktis.
-
Pengurugan
di lapangan lebih mudah.
-
Pengaturan
sel lebih mudah dan sistematis, misalnya setiap ketinggian 3 m diaplikasikan
tanah penutup 10 cm.
-
Butuh
investasi alat/mesin dan biaya yang mahal.
-
Dihasilkan
air lindi hasil pemadatan yang perlu mendapat perhatian.
2. Penanganan
sampah di lokasi landfill.
·
Secara
tradisional.
-
Sampah
diletakkan lapis perlapis (0,5 – 0,6 m) sampai ketinggian sekitar 1,2 – 1,5 m.
-
Urugan
sampah membentuk sel-sel dan membutuhkan ketelitian operasi alat berat.
-
Kepadatan
sampah mencapai kepadatan 0,6 – 0,8 m ton/m3.
-
Membutuhkan
penutup harian 10 – 30 cm paling tidak dalam waktu 48 jam.
-
Lapisan
teratas bersifat aerobik.
-
Bagian-bagian
sampah yang besar diletakkan di bawah agar tidak terjadi rongga.
-
Tanah
penutup harus cukup homogen agar cukup permeabel.
·
Dengan
alat berat pemadat (compactor)
-
Banyak
digunakan untuk lahan yang besar.
-
Proses
yang terjadi menjadi anaerob.
-
Karena
densitas yang tinggi, serangga dan tikus sulit bersarang.
-
Keuntungannya
dibandingkan dengan lahan urug tradisional adalah tanah penutup lebih sedikit,
truk mudah berlalu lalang dan masa layan yang lebih lama.
-
Kerugiannya
biaya operasi menjadi meningkat.
Dilihat
dari cara penanganan lindi, terdapat 4 jenis landfill yaitu :
• Controlled
landfill.
Lokasi landfill
telah dipilih dan dipersiapkan dengan baik, namun aplikasi tanah penutup tidak
dilakukan setiap hari.
• Sanitary landfill
dengan tanah penutup harian.
Peningkatan dari
controlled landfill, lahan penimbunan dibagi atas beberapa area yang dibatasi
oleh tanggul/parit. Penutupan timbunan tanah dilakukan setiap hari sehingga
masalah bau, asap dan lalat dapat dikurangi.
• Sanitary landfill
dengan sirkulasi lindi.
Masalah lindi sudah
diperhatikan, dibutuhkan sarana untuk mengalirkan lindi dari dasar landfill ke
penampungan, biasanya kolam yang diaerasi. Lindi kemudian dikembalikan ke
timbunan sampah melalui ventilasi biogas tegak atau langsung ke timbunan
sampah.
• Sanitary landfill
dengan pengolahan lindi.
Lindi yang
dikumpulkan melalui sistem pengumpul lindi kemudian diolah secara lengkap
seperti layaknya limbah cair, pengolahan yang diterapkan biasanya secara kimia
dan biologi.
Berdasarkan ketersediaan oksigen dalam timbunan Landfill terbagi atas:
• Anaerobic
landfill
- Merupakan landfill yang banyak dikenal saat ini;
- Timbunan sampahnya berlapis-lapis;
- Menghasilkan lebih banyak gas CH4, H2S yang menimbulkan bau;
- Stabilitas sampah tidak tercapai;
- Konsentrasi lindi tinggi.
• Semi-aerobic
landfill
- Dapat menghindari genangan lindi dalam timbunan;
- Tanah penutup hariannya tidak kedap udara;
- Kandungan air sampahnya rendah;
- Udara disuplai ke timbunan sampah melalui saluran
pengumpul lindi.
• Aerobic landfill
- Terdapat pipa penyuplai udara pada saluran
pengumpul lindi dan pada timbunan sampah;
- Dilakukannya pembalikan sampah;
- Proses pembusukan sampah lebih cepat;
- Kualitas lindi lebih baik daripada anaerobic
landfill;
- Bau berkurang;
- Tidak perlu penutup harian.
Kelebihan dan kekurangan
landfill :
Kelebihan :
1.
Proses pengolahan limbah membutuhkan
waktu yang lebih cepat
2.
Operasionalnya mudah
Kelemahan :
1.
Biaya operasional dan
pemeliharaan besar
2.
Butuh operator yang
terampil
3.
Menimbulkan permasalahan
baru di lingkungan (misal ; pembuangan sampah secara landfill menyebabkan
pencemaran tanah,dll)
4.
Menggunka bahan kimia yang
mungkin akan merusak lingkungan
B. PENGOMPOSAN
Cara lain yang dapat digunakan
untuk menangani limbah organik adalah dengan cara pengomposan. Pengomposan merupakan proses penguraian
senyawa-senyawa yang terkandung dalam sisa-sisa bahan dengan perlakuan khusus.
Hasil pengomposan inilah yang biasa disebut sebagai pupuk kompos.
Di lingkungan alam terbuka, kompos bisa terjadi dengan
sendirinya. Lewat proses alami, sampah organik lama kelamaan membusuk karena
kerjasama antara mikroorganisme dan cuaca. Proses tersebut
bisa dipercepat oleh perlakuan manusia, hingga menghasilkan kompos yang
berkualitas baik, dalam jangka waktu tidak terlalu lama.
Fungsi
kompos :
·
Soil
Conditioner; berfungsi untuk memperbaiki struktur tanah, terutama bagi tanah
kering dan ladang
·
Meningkatkan
kemampuan tanah menyimpan air (increase soil water holding capacity)
·
Soil
Ameliorator; berfungsi mempertinggi kemampuan pertukaran kation (KPK) baik pada
tanah ladang maupun tanah sawah dan lain-lain.
Bahan organis yang telah terkompos dengan baik, bukan
hanya memperkaya bahan makanan tanaman tetapi terutama berperanan besar
terhadap perbaikan sifat-sifat tanah, seperti :
Ø mengembailkan kesuburan tanah melalui perbaikan
sifat-sifat tanah baik fisik, kemis maupun biologis
Ø mempercepat dan mempermudah penyerapan unsur nitrogen
oleh tanaman karena telah diadakan perlakuan khusus sebelumnya
Ø mencegah infeksi yang disebabkan oleh biji-biji
tumbuhan pengganggu
Ø dapat disediakan secara mudah, murah dan relatif cepat
Ø bahan organis pada kompos memperbesar daya ikat tanah
yang berpasir, sehingga tidak mudah longsor
Ø memperbaiki struktur tanah lempung
Ø bahan organis dalam tanah akan mempertinggi kemampuan
pengikatan unsur hara dan penampungan air, sehingga tanah dapat lebih banyak
menyediakan air serta makanan bagi tanaman dan dapat mencegah timbulnya banjir
Ø memperbaiki drainage dan tata udara tanah, terutama
paa tanah berat. Dengan tata udara tanah yang baik dan kandungan air yang cukup
tinggi, maka suhu udara akan lebih stabil.
Maksud
penmbuatan kompos
Untuk melengkapi kebutuhan bahan organis dari pupuk
lain (pupuk hijau, pupuk kandang, pupuk kimia dan sebagainya). Pertimbangan
lain penggunaan kompos, adalah mengingat pemakaian pupuk buatan/kimia memakan
biaya besar. Pupuk buatan dapat dihanyutkan air atau menguap ke udara. Tetapi
jika kita campur pupuk buatan tersebut dengan sisa tumbuhan atau bahan baku
lain yang dikompos, maka pupuk buatan tersebut tidak akan mudah dihanyutkan
hujan atau menguap ke udara.
Syarat-syarat
keberhasilan pembuatan kompos
a. Susunan Bahan Mentah
Sampai pada batas tertentu, semakin kecil ukuran
potongan bahan mentahnya, semakin cepat pula waktu pembusukannya. Ini karena
semakin banyak permukaan yang tersedia bagi bakteri pembusuk untuk menyerang
dan menghancurkan material-material tersebut.
Untuk mempercepat proses pembusukan, kita dapat mencincang
daun-daunan, ranting-ranting dan material organis lainnya dengan tangan.
b. Suhu dan Ketinggian Timbunan Kompos
Penjagaan panas sangat penting dalam pembuatan kompos.
Dan satu faktor yang menentukan tingginya suhu adalah tinggi timbunan itu
sendiri. Tinggi timbunan yang memenuhi syarat adalah sekitar 1,25 sampai 2
meter. Ini akan memenuhi penjagaan panas dan kebutuhan akan udara. Pada waktu
proses pembusukan berlangsung, pada timbunan material yang tingginya 1,5 meter
akan menurun sampai kira-kira setinggi 1 atau 1,25 meter.
c. Pengaruh Nitrogen ( N )
Timbunan yang ber-Nitrogen terlalu sedikit (zat yang
dibutuhkan bakteri penghancur untuk berbiak) tidak akan menghasilkan panas
untuk membusukkan material dengan cepat. Tetapi, kadar karbon/nitrogen (C/N)
yang tinggi bisa menyebabkan timbunan itu membusuk pelan-pelan lewat kerja
zat-zat organis suhu rendah (kebanyakan jamur)
d. Kelembaban
Timbunan kompos harus selalu lembab, tapi kita perlu
menjaganya supaya tidak sampai becek. Karena kelebihan air akan mengkibatkan
volume udara jadi berkurang. Semakin basah timbunan itu, makin sering pula kita
harus mengaduknya untuk menjaga dan mencegah pembiakan bakteri an-aerobik.
e. Bak Penampungan
Bak penampungan berfungsi sebagai menampung bahan
kompos untuk diproses sekaligus untuk membolak-balik agar tercampur dan proses
pembusukan berlangsung merata.
f. Pengadukan
Tujuan dari proses pengadukan kompos :
·
memasukkan
sejumlah oksigen untuk tetap berlangsungnya proses pembusukan
·
mengeringkan
bahan apabila timbunan terlampau basah, mencegah timbulnya bakteri an-aerobik
·
Untuk
menyusun kembali bahan yang sedang dalam proses pembusukan. Bagian luar yang
kurang busuk kita pindah ketengah timbunan hingga bakteri suhu tinggi akan
mulai bekerja lagi. Timbunan akan kembali menjadi panas dengan lebih cepat, dan
ketika suhu menurun lagi, proses pengomposan telah selesai dan kompos siap
dipakai
Proses
komposting merupakan proses memperkaya mulsa (enriched mulch). Adapun
tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut :
- Pencacahan tandan kosong. Segera setelah keluar dari pabrik, tandan kosong dicacah dengan mesin pencacah menjadi potongan-potongan kecil (2 x 5 cm) sehingga menghasilkan luas permukaan yang besar untuk penyerapan limbah cair.
- Membangun windrow. Cacahan tandan kosong dibawa ke area pengomposan dan dibentuk menjadi barisan-barisan dengan ukuran 3 m lebar x 1 m tinggi. Jarak antar barisan berkisar 1,5 m dan jarak antar barisan sebagai laluan traktor dibuat 3,5 m.
- Penyiraman. Windrow yang telah terbentuk selanjutnya disiram dengan limbah cair dengan aturan penyiraman di bagian atas sekitar 90% dan sisi-sisinya 10%. Hal ini dimaksudkan agar oksigen masuk dari sisi-sisi samping untuk membantu kerja bakteri aerobik. Frekwensi penyiraman di bagian samping harus minimal karena pada posisi ini cairan limbah cenderung untuk mengalir ke parit windrow dan membawa sebagian unsur hara (terutama K) mengalir terbuang. Limbah cair disiramkan setiap hari ke barisan windrow selama 25 hari dengan takaran 150 liter/ton kompos selama 10 hari pertama dan 100 liter/ton kompos selama 15 hari berikutnya. Dapat dilihat bahwa aktivitas penyiraman cenderung lebih sering pada awal-awal umur windrow.
- Pembalikan. Semua windrow dibalik secara teratur 3x seminggu dengan mesin pembalik agar proses penguraian material organik terjadi secara merata. Untuk menguji bahwa proses pengomposan berlangsung dengan baik, temperatur di bagian tengah windrow harus berkisar antara 57 – 74 deg C.
Kelebihan dan kekurangan pengomposan
Kelebihan dan kekurangan pengelolaan sampah dengan cara pembuatan kompos
adalah sebagai berikut :
Kelebihan :
-
Penggunaan lahan yang jauh lebih sempit dibandingkan dengan 2 metode
diatas;
-
Setelah selesai dikelola, hasilnya dapat digunakan untuk memupuki tanaman;
-
Cara yang relatif murah untuk jumlah sampah yang besar akan tetapi dengan
fluktuasi sampah yang kecil
Kekurangan :
-
Memerlukan biaya investasi awal yang jauh lebih besar dibandingkan dengan 2
metode sebelumnya;
-
Memerlukan biaya operasional yang relatif tinggi, dan juga dapat menjadi
lebih tinggi lagi apabila sampah yang diolah kapasitasnya lebih kecil dari
kapasitas instalasi pembuatan kompos;
-
Bahan yang tidak dapat diolah menjadi pupuk kompos, terpaksa harus menjadi
sampah lagi;
-
Dari poin ke-3 dapat disimpulkan bahwa tidak semua jenis sampah dapat
dikelola;
-
Untuk kebutuhan jangka panjang, cara ini sangat tidak efektif karena pada
masa yang akan datang, jumlah sampah yang tidak dapat diolah menjadi pupuk
kompos menjadi lebih besar;
C. PEMBAKARAN/INCENERATOR
Salah satu upaya
untuk mengurangi jumlah sampah adalah dengan membakarnya. Cara ini dirasa lebih
mudah,tetapi jika dilakukan secara asal-asalan akan sanga berbahaya bagi
kesehatan.Pembakaran sampah yang ideal adalah jika api panas dan oksigen
disuplai dengan jumlah yang cukup. Tetapi pada umumnya sebelum membakar sampah,
sampah dikmpulkan dan ditumpuk menjadi satu. Sehingga saat dibakar hanya sampah
yang berada di permukaan yang mendapat cukup oksigen untuk menghasilkan CO2.
Sementara dibagian dalamnya yang kekurangan O2 akan mghasilkan
CO. Satu ton sampah diperkirakan dapat menghasilkan 3 kg CO. CO merupakan gas yang
dapat membunuh secara massal.
Di samping itu
sampah organk yang biasanya lembab,mengakibatkan partikel-partikel yang idak
terbakar beterbangan dan bereaksi menghasilkan hidrokarbon berbahaya. Sebagian
partikel akan terhisap masuk paru-paru karena mekanisme penyaringan dalam
hidung kita tidak mampu menyaringnya.
Untuk
mengurangi pencemaran akibat pembakaran sampah/insenerator, dapat menggunakan teknologi pembakar sampah “ pilot project ” skala kecil atau sedang
yang telah diproduksi di Indonesia.
Teknologi incinerator ini adalah salah satu alat pemusnah sampah yang
dilakukan pembakaran pada suhu tinggi, dan secara terpadu dapat aman bagi
lingkungan sehingga pengoperasian nya pun mudah dan aman, karena keluaran emisi
yang dihasilkan berwawasan lingkungan dan dapat memenuhi persyaratan dari
Kementerian Lingkungan Hidup sesuai dengan Kep.Men LH No.13/ MENLH/3/1995.
Keuntungan dan kerugian incinerator mini
serta solusinya
No.
|
Keuntungan
|
Kekurangan
|
Solusi
|
1.
|
![]() ![]() |
![]() ![]() |
v Diperlukan kesiapan Pengelola DKP yang bertanggung
jawab
|
2.
|
![]() ![]() ![]() |
![]() ![]() ![]() |
v Perlu pemeliharaan rutin
v Dilakukan training kepada petugas, dan sosialisasi
|
3.
|
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
![]() ![]() ![]() ![]() |
v Oleh BPLHD/ Lingkungan Hidup (berkala)
v Kesiapan angkutan
v Pengaturan pemulung
|
Kelebihan dan kekurangan dari
pembakaran/insenerator
Kelebihan :
-
Dapat memusnahkan banyak materi yang mengandung karbon dan patogen
-
Reduksi volume mencapai 80-90%
-
Hasil pengolahan tidak dikenali sebagai bentuk aslinya
-
Panas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali untuk menghasilkan uap
Kekurangan :
-
Emisi udaranya menghasilkan bahan pencemar, terutama dioksin dan fluran
yang oleh WHO dinyatakan karsinogenik
-
Perlu tenaga operator yang terampil
-
Resiko tinggi terhadap operator karena panas dan potensii kebakaran
-
Sulit menguji patogen secara rutin
-
Fly-ash dari incinerator termasuk kategori limbah berbahaya
D. SANITARY LANDFILL
Sanitary landfill merupakan sarana
pengurugan sampah ke lingkungan yang disiapkan dan dioperasikan secara
sistematis. Ada proses penyebaran dan pemadatan sampah pada area pengurugan dan
penutupan sampah setiap hari. Penutupan sel sampah dengan tanah penutup juga
dilakukan setiap hari.
Metode ini merupakan metode standar
yang dipakai secara internasional. Untuk meminimalkan potensi gangguan timbul,
maka penutupan sampah dilakukan setiap hari. Namun, untuk menerapkannya
diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup mahal. Di Indonesia,
metode sanitary landfill dianjurkan untuk diterapkan di kota besar dan
metropolitan. Untuk dapat melaksanakan metode ini diperlukan penyediaan
beberapa fasilitas, sama seperti fasilitas dalam sistem controlled landfill.
Tentu dengan kebutuhan jumlah dan spesifikasi yang berbeda. Pemanfaatan sanitary landfill sebagai pemecahan
permasalahan sampah di kota-kota besar tetap menemui kendala jika tidak
disertai dengan manajemen yang tepat. Dengan demikian, penanganan sampah tidak
hanya soal bagaimana cara membuangnya, tetapi juga bagaimana cara mengurangi (reduce),
menggunakan ulang (reuse),dan mendaur ulang (recycle).
Penanganan sampah dengan
menggunakansanitary landfill tetap memiliki buangan berupa berbagai macam
bentuk gas serta cairan. Apabila buangan gas dan cairan ini tidak dikelola
dengan baik, sampah tetap akan menjadi masalah. Selain itu, penggunaan sanitary
landfill juga harus mempertimbangkan berapa lama sebuah tempat pembuangan akhir
(TPA) itu dapat dipergunakan, serta di mana kemungkinan TPA pengganti.
Setiap hari, setelah sampah
dipadatkan di sel-selnya memakai alat berat (kompaktor), bagian atasnya
ditutupi tanah liat/lempung yang kedap air. Dengan tebal 15 atau 30 cm, tanah penutup
ini mencegah lalat, nyamuk dan tikus mengacak-acak sel sampah. Setiap sel atau
lajur dibuat dengan kemiringan (slope) maksimum 45 derajat agar bisa dilewati
bulldozer dan shovel. Air hujan yang meresap dan bau busuk pun bisa dikurangi.
Fungsi lain tanah penutup ialah
melindungi pekerja dari penyakit akibat bakteri patogen. Mereka wajib
mengenakan alat pengaman seperti sarung tangan, sepatu boot dan pakaian khusus
yang harus rutin dicuci. Kemudian, yang terpenting, panas hasil dekomposisi zat
organik bisa ditahan di dalam sampah dan ikut membasmi larva lalat dan bakteri
patogen. Seterusnya, sel per sel, lajur demi lajur, lapis per lapis
diselesaikan dari waktu ke waktu selama bertahun-tahun. Makin luas lahannya,
makin lamalah masa-hidup sanfil tersebut. Pada lapis terakhir, tebal tanah
penutup 50 cm agar sedapat mungkin infiltrasi air hujan tak terjadi. Jika
terjadi juga, lindi yang terbentuk potensial mencemari air tanah dan air
permukaan. Kadar polutannya jauh melebihi air limbah rumah tangga.
Aspek
Sanitary Landfill minimal ada empat aspek penting yang mesti dikaji dalam
pembuatan sanfil.
Pertama,
seleksi lokasi. Atau karena jaraknya jauh, topografi dan kondisi tanahnya tak
mendukung, serta alasan lingkungan setempat yang juga tak mendukung.
Kedua,
metode sanfil. Ini berkaitan dengan bentuk lahan. Agar efektivitas pemakaian
lahannya tinggi, maka rencana operasi harus dibuat. Ada tiga metode yang bisa
digunakan, yaitu area, trench, dan depression. Metode area diterapkan apabila
lahannya agak landai atau datar dan tidak bisa dibuatkan parit. Setelah sisinya
ditanggul dengan tanah, barulah sampah dipadatkan sampai selesai lajur per
lajur. Metode trench (parit) dibuat di lahan yang muka air tanahnya cukup dalam
dan tersedia tanah penutup. Lebih disukai kalau ada bukit yang tanahnya bisa
dipangkas untuk tanah penutup. Parit dibuat dengan menggali sampai tanah kedap
air. Selanjutnya, apabila lokasi sanfil berupa cekungan, legok atau jurang,
metode depression atau lembah baik dipakai. Sampah diratakan, dipadatkan lalu
ditutupi tanah liat. Sekian puluh tahun kemudian, lembah itu berubah menjadi
lahan yang bisa dihuni atau untuk fasilitas lainnya seperti taman dan sabuk
hijau.
Ketiga,
produksi gas dan lindi. Kecuali gas yang dominan, yaitu 60% metana (CH4) dan
35% karbondioksida, ada juga gas lain, yaitu H2S yang berbau busuk seperti di
kawah Tangkubanparahu, amoniak (NH3), karbonmonoksida (CO) dll. Gas CO2 bisa
melarutkan formasi batu kapur di tanah; metana, gas yang nyalanya seperti
spiritus ini, bisa meledak jika terkonsentrasi. Adapun lindi berasal dari
internal hasil dekomposisi dan eksternal dari hujan, air tanah, dan limpahan
drainase. Inilah masalah ikutan dari penanganan sampah. Sampah selesai,
muncullah air sampah yang tak kalah menimbulkan masalah lingkungan.
Keempat,
aliran gas dan lindi. Gas bisa dibiarkan lepas ke udara atau ditampung untuk
dimanfaatkan energinya. Biogas ini, kalau dieksploitasi dengan hati-hati dan
tepat teknologinya, lumayan untuk menerangi kawasan kantor sanfil. Lindi
mengalir ke bawah dan terkumpul di dasar sanfil. Bisa dibiarkan di dalam sanfil
atau diolah di instalasi pengolahan air limbah sebelum dibuang.
Demikianlah,
“kue lapis” sanfil bisa lebih bersahabat ketimbang open dump. Empat aspek di
atas, pencarian, pemilahan, pemilihan, penetapan, dan operasi-rawat sanfil bisa
meminimalkan risikonya. Namun, dalam tataran desain, masih ada parameter lain
yang mesti dievaluasi agar diperoleh hasil yang memuaskan dari sisi teknologi
dan investasi.
Badan Pengkajian dan Pengembangan
Tekhnologi (BPPT) menciptakan sistem baru untuk mengatasi permasalahan sampah
di Indonesia. Namanya Reusable Sanitary Landfill. Sebenarnya, sistem ini
merupakan penyempurna sistem yang pernah diterapkan di Tempat Pembuangan Akhir
Sampah yaitu Sanitary Landfill. Arsitek dan Insinyur Tekhnologi BPPT, Dipl.
–Ing. Ir H. B. Henky Sutanto menjelaskan Reusable Sanitary Landfill (RSL)
adalah sebuah sistem pengolahan sampah yang berkesinambungan dengan menggunakan
metode Supply Ruang Penampungan Sampah Padat. RSL diyakini Henky bisa
mengontrol emisi liquid, atau air rembesan sampai sehingga tidak mencemari air
tanah. Sistem ini mampu mengontrol emisi gas metan, karbondioksida atau gas
berbahaya lainnya akibat proses pemadatan sampah. RSL juga bisa mengontrol
populasi lalat di sekitar TPA. Sehingga mencegah penebaran bibit penyakit. Cara
kerjanya, di RSL, sampah ditumpuk dalam satu lahan. Lahan tempat sampah
tersebut sebelumnya digali dan tanah liatnya dipadatkan. Lahan ini desbut
ground liner. Usai tanah liat dipadatkan, tanah kemudian dilapisi dengan geo
membran, lapisan mirip plastik berwarna yang dengan ketebalan 2,5 milimeter
yang terbuat dari High Density Polyitilin, salah satu senyawa minyak bumi.
Lapisan ini lah yang nantinya akan menahan air lindi (air kotor yang berbau
yang berasal dari sampah), sehingga tidak akan meresap ke dalam tanah dan
mencemari air tanah. Di atas lapisan geo membran dilapisi lagi geo textile yang
gunanya memfilter kotoran sehingga tidak bercampur dengan air lindi. Secara
berkala air lindi ini dikeringkan. Sebelum dipadatkan, sampah yang menumpuk
diatas lapisan geo textille ini kemudian ditutup dengan menggunakan lapisan geo
membran untuk mencegah menyebarnya gas metan akibat proses pembusukan sampah
(yang dipadatkan) tanpa oksigen. Geo membran ini juga akan menyerap panas dan
membantu proses pembusukan. Radiasinya akan dipastikan dapat membunuh lalat dan
telur-telurnya di sekitar sampah. Sementara hasil pembusukan samapah dalam
bentuk kompos bisa dijual. Gas metan ini juga yang pada akhirnya digunakan
untuk memanaskan air hujan yang sebelumnya ditampung untuk mencuci truk-truk
pengangkut sampah. Henky yakin jika truk sampah yang bentuknya tertutup dicuci
setiap kali habis mengangkut sampah, tidak akan menebarkan bau.
Sumber lain juga mengatakan bahwa di
Sanitary Landfill tersebut juga dipasang pipa gas untuk mengalirkan gas hasil
aktifitas penguraian sampah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
sanitary landfill yaitu :
Semua landfill adalah warisan bagi generasi mendatang.
Memerlukan lahan yang luas
Penyediaan dan pemilihan lokasi pembuangan harus memperhatikan dampak
lingkungan.
Aspek sosial harus mendapat perhatian.
Harus dipersiapkan instalasi drainase dan sistem pengumpulan asap.
Kebocoran ke dalam sumber air tidak dapat ditolerir (kontaminasi dengan zat-zat
beracun)
Memerlukan pemantauan yang terus menerus.
Prosedur
Ada dua metode yaitu “area method” dan trench method”. Metode “trench”
disebut sebagai metode pemotongan dan pengisian.
Sebuah trench (Parit) digali di bawah permukaan tanah dan sampah
ditempatkan dalam parit dan ditutup. Cara lain yaitu dua buah parit digali
sekaligus, sampah diisikan pada salah satu parit dan lumpur dari salah satu
lubang galian digunakan sebagai material penutup.
Jika lokasi landfill yang direncanakan terletak di bawah tanjakan
seperti lembah atau ngarai, metode “area” digunakan. Lokasi landfill lebih
tinggi dari tempat lain yang ada disekitarnya, maka metode pengisian area
landfill digunakan.
Pemilihan letak dan struktur
geologi
Suatu hal yang perlu dipertimbangkan suatu sanitary landfill adalah
struktur geologi dan topografi serta permeabilitas dari tanah. Pertimbangan
lain adalah kedalaman air tanah, lapisan tanah sampai lapisan batuan. Lokasi
landfill akan menimbulkan efek yang merugikan bagi air permukaan dan air tanah
yang terletak di bawah dasar landfill. Dalam keadaan demikian, maka tanah dapat
diberikan beberapa renovasi untuk menghadapi leachate. Dengan cara demikian
dapat ditingkatkan kualitasnya sebelum dipisahkan dengan air permukaan atau air
tanah, aliran dari tanah ini dapat membentuk suatu materiil penutup. Sehingga
dapat menciptakan suatu renovasi yang optimum menghadapi leachate.
Lokasi landfill harus dipilih secara teliti dari lokasi yang tersedia
yaitu basah dan berlumpur dapat digunakan sebagai tempat yang baik dan cukup
luas bagi santary landfill.
Ketika sebuah sanitary landfill ditempatkan pada area yang tersebar
dekat dengan suplay air bersih, hal yang perlu diperhatikan adalah kedalaman
dari tempat bebatuan dan air tanah.
Mekanisme dari formasi leachate tak diketahui secara pasti, penelitian
terakhir yang dilakukan oleh Fungaroli dan Stuiner (1969). Bahwa leachate
sebagian besar merupakan akibat dari sanitary landfill. Metode hidrologi
menunjukkan dengan sedikit air hujan maka leachate akan terbentuk, maka
sanitary landfill dipikirkan keberadaannya sebagai sumber polusi.
Peralatan untuk penimbunan
limbah dan pengoperasiannya
Culham (1969), Stone dan Courad (1969) menyelidiki suatu jenis landfill
yang lebih besar diperoleh suatu peralatan tambah untuk mengerjakan hal-hal
tertentu, alat pengikis yang cepat untuk mengangkut dan menyingkirkan material
yang menutupinya, sebuah alat penyiram pengontrol/debu, jenis peralatan tanah
yang langsung dioperasikan, traktor, bulldozer.
Sanitary landfill mempunyai potensi untuk dimanfaatkan tanah-tanah yang
sebelumnya tidak dapat dipakai. Sehingga besar dimanfaatkan kembali, sehingga
menambah nilai ekonomis.
Aktifitas biologi
Dari sisi kehidupan sebuah sanitary landfill akan mengalami, proses
dekomposisi, secara aerob maupun anaerob ketika pertama kali material
diletakkan dalam pengisian, maka proses dekomposisi mengarah pada peristiwa
aerob, ketika komponen oksigen dikonsumsi, maka landfill dianggap mengalami
kondisi anaerob, lamanya tergantung pada suhu dan oksigen yang tersedia.
Periode dekomposisi aerob lebih cepat dibanding dengan periode anaerob dalam
proses ini.
Hasil yang diperoleh dari dekomposisi aerob adalah asam dan alkohol,
yang dikonsumsi oleh mikroorganisme yang akan menghasilkan methana dan karbon
dioksida. Gas methana menyebabkan kondisi gas masuk ke rumah. Fist (1967)
melaporkan konsentrasi ledakan dalam penelitiannya gas lain yang diproduksi
secara anaerob adalah hidrogen sulfida yang berbau busuk dan mudah meledak.
Untuk itu pada system Sanitary Landfill terdapat pipa-pipa yang akan
menyalurkan Gas Metana yang terbentuk ke udara bebas agar menghindari
menumpuknya Gas Metana di dalam timbunan yang akan menyebabkan terjadinya
ledakan sewaktu-waktu.
Kelebihan
dan kekurangan sanitary landfill
Cara pengelolaan sampah penimbunan saniter lebih sedikit
mengakibatkan tercemarnya lingkungan dikarenakan sampah yang ada dipadatkan
terlebih dahulu sebelum ditimbun dengan tanah. Kelebihan dan kekurangan
pengelolaan sampah dengan cara penimbunan saniter adalah sebagai berikut :
Kelebihan :
-
Tidak membutuhkan peranan teknologi yang tinggi;
-
Investasi awal serta biaya operasional yang relatif rendah;
-
Gas yang dihasilkan dari proses dekomposisi bila dikelola dengan baik dapat
dimanfaatkan menjadi energi.
-
Setelah selesai dapat digunakan sbg lpngn parkir, bandara dll
Kekurangan :
-
Pilihan lokasi pembuangannya harus jauh dari kawasan permukiman serta
kegiatan-kegiatan perkotaan lainnya yang berakibat tingginya biaya transportasi
yang perlu dikeluarkan;
-
Seperti pembuangan terbuka, pengelolaan dengan cara ini juga memerlukan
lahan yang luas;
-
Pencemaran terhadap air tanah jauh lebih besar dibandingkan dengan
pembuangan terbuka, oleh karena itu pemilihan lokasi sedapat mungkin yang jauh
dari kemungkinan mencemari air
-
Harus ditutup setiap hari sehingga membutuhkan tenaga.
-
Gas methane yang mudah terbakar dan gas lain hasil proses dekomposisi
mungkin dapat menimbulkan bahaya.
Kami RAJA PLASTIK INDONESIA menjual berbagai jenis, ukuran dan merk tempat sampah plastik atau tong sampah plastik seperti merk Green Leaf, Lion Star, Kirapac, Shinpo, dll... Klik website kami di : http://www.rajaplastikindonesia.com, http://www.tempatsampahplastik.net, http://www.rajaplastik.co.id
BalasHapus